Selasa, 28 Mei 2013

Sahabat Telephone



            Sahabat Pena? Mungkin diantara kita sudah banyak yang tahu dan familiar tentang hal tersebut. Namun bagaimana dengan sahabat telephone? Mungkin hanya saya yang tahu.
            Memang aneh rasanya ketika kita mengenal seseorang tanpa kita tahu kapan dan dimana mengenalnya. Saya yakin banyak diantara kita yang pernah mengenal seseorang tanpa kita sadari proses kita mengenalnya dan bagaimana caranya hingga rasa akrab dan percaya itu muncul. Itulah yang telah saya alami.
            Internet, itu adalah dunia yang sangat nikmat dan mengasyikkan karena disana kita bisa menemukan kejujuran manusia, bisa mengekspresikan hal tak bisa kita lakukan di dunia nyata dan disana pula kita bisa mengenal banyak pribadi.
            Berawal dari sebuah jejaring sosial, aku mengenalnnya. Sosok yang tak pernah aku mengenalnya wajahnya. Hanya dari telephone saja kami berbagi, dan entah mengapa kami begitu percaya satu sama lain tanpa ada rasa khawatir untuk satu sama lain membocorkan cerita kami. Begitu dekat terasa hingga tak terasa kurang lebih hampir 2 tahun kami berbicara dan berbagi tentang kehidupan. Dia yang bercerita tentang pacarnya, keluarganya dan pekerjaannya serta hal lainnya. Semua mengalir saja sepertinya kami adalah sahabat yang telah mengenal pribadi dan sangat dekat.
            Tidak pernah ada cinta, tidak pernah berusaha saling cari tahu, tidak akan pernah melakukan pertemuan, dan melakukan hal ini semua hanya demi sebuah kebutuhan yang kami rasakan. Kebutuhan saling berbagi dan bercerita tentang kehidupan. Aneh? Memang sangat aneh tapi aturan itulah yang kami yakini sejak awal perkenalan kami.
            WhatsApp adalah sebuah aplikasi yang mungkin bisa melanggar hal tersebut. Setidaknya sedikit dari janji tersebut kami langgar. Tapi apalah artinya toh pada awalnya ini pun adalah hubungan yang terlalu serius “bagiku”. Berjalan beriringan dengan waktu hingga ini semua terasa begitu serius bagiku. Dan membuat ini seperti nyata.
             Awal dan proses yang baik akan menghasilkan sesuatu yang baik pula. Dan awal atau proses yang kurang baik akan menghasilkan sesuatu yang kurang baik nantinya. Dan itulah yang aku percaya. Ini semua adalah sesuatu yang salah, dan aku yakin hal tersebut. Dan diapun menyadarinya, namun bukan lah hal yang mudah untuk meninggalkan kesalahan tersebut.
            Setiap manusia haruslah berubah menjadi lebih baik, dan aku mau menjalankan hal tersebut. Entah apa itu hanya alasan ataukah bagaimana tapi yang jelas aku yakin bahwa aku harus berubah dan salah satu caranya adalah menghentikan hubungan kami. Aneh rasanya, kami tak saling kenal, tahu dan cinta namun ketika aku memutuskan hubungan itu, rasanya seperti sepasang insan yang harus berpisah jauh dan terasa berat terasa.
            Malam itu sangatlah berat, sebuah pembicaraan terakhir yang mungkin akan menjadi pemisah kami selamanya. Sebuah kejujuran yang membuat perpisahan itu menguatkan tanya mengapa Tuhan mempertemukan aku dengan dia. Nama kakak yang sama dengan namaku, tau banyak tentang German dan perasaan yang tak terungkap bahwa sepertinya kami telah melanggar janji. Tapi itulah kejujuran, Indah namun sayang tekadku telah bulat.
            Aku tak tahu mengapa ini harus kulakukan namun aku terus saja mengikuti hati ini. Aku yakin ketika aku menjalankan apa yang diniatkan dengan sebuah kebaikan dan itu adalah hal benar menurut Tuhanku maka pasti Ia akan menunjukkan sesuatu yang baik pula. Jika memang pertemuan kami adalah takdir yang Ia tuliskan untukku maka itulah telah aku jalani, namun jika perpisahan ini hanya sebuah egoku maka pasti akan kembali jika memang Ia tak merestui egoku.
            Aku terus saja ingin mengucapkan ini dan terus saja tanpa henti, Terimakasih “sahabat telephone” ku. Terimakasih telah menjadi bagian dari hidupku, terimakasih telah mengajarkan aku hidup dan kehidupan dan maaf karena kesalahanku telah membuatmu terus saja dalam posisi yang salah. Dari awal pertemuan, membuatmu terjatuh lalu pada akhir pertemuan membuatmu sakit.
            One daya we will meet again, jika memang kita ditakdirkan untuk terus berbagi. Entah diluar negeri yang seperti kita cita-citakan, atau di dalam negeri tapi yang jelas semoga ketika pertemuan itu terjadi kita bertemu dengan niat baik, cara baik dan tujuan baik serta ada Tuhan ditengah kita sebagai saksi itu suratan nyatanya.

Minggu, 26 Mei 2013

Mimpiku

             Ini adalah hari kesekian aku memimpikan mu. Entah terlalu lelah atau hanya sebuah bunga tidur saja, tetapi yang jelas engkau begitu nyata dalam mimpiku. Hingga entah mengapa aku begitu terpesona dan menganggap semua itu nyata.
            Membuat ini terpisah memang bukan hal yang mudah bagiku, sangat menyiksa dan sungguh sangat menyakitkan. Namun inilah pilihan dengan segala resikonya, setelah aku membuat pilihan yang salah, kini aku mencoba membuat pilihan baru, dengan resiko aku kehilanganmu selamanya. Tak perduli seberapa besar resiko itu, toh pada awalnya saja aku telah membuatnya menghilang. Persahabatan 14 tahun dan kebahagiaan saat bersama dan rasa sebagai keluarga. Semua sudah hancur saat aku salah memilih pada pilihan awal, dan pilihan ini merupakan taruhan terakhirku.
            Setiap dari  kita perlu merasakan kehilangan agar tahu artinya keberadaan. Aku selalu berusaha ada, dan mungkin ini saat nya aku menjadi tiada. Agar aku dan kamu bisa tahu seberapa butuhnya kita satu sama lain. Tak perduli sakitnya, namun aku lebih memilih menjadi diam meski aku harus mengakui, aku sangat membutuhkanmu.
            Aku tak akan membebanimu dengan cinta “lagi” sedang sebuah kata saja sudah membuat kita terpisah. Aku seperti tak mengenal dirimu lagi, padahal aku tahu siapa dan apa dirimu. Kau begitu berbeda, sejak aku hancurkan semua. Seandainya saja hari itu tak ada, aku hanya akan meminta kamu untuk selalu ada saja, cukup. Pesan terakhirmu membuatku kecewa tapi tak pernah bisa aku membencinya, karena aku sadar ini adalah suratan Tuhanku. Hanya sedikit air mata untuk menggambarkan bahwa memang aku seorang manusia biasa.
            Kita memang begitu berbeda dalam semua awalnya hingga kita anggap perbedaan itu adalah sebuah kesamaan antara kita nantinya. Namun waktu telah menghapus semua. Menjadikan kita pada pribadi yang berbeda.
            Aku hanya ingin menjadi setitik embun dipagimu sekali lagi saja, menjadi tisu di tetesan air matamu, menjadi awan di terikmu dan menjadi sebuah harapan di kala hampamu.
            Biarkan aku menjadi lilin di gelapmu, hingga habis waktuku dan jangan pernah kau tiup meski terang telah hamprimu. Biarkan aku menjadi wajah romantis diantara kau dengan yang lainnya hingga habis masaku.
            Namun seandainya itu tak cukup, biarkan aku menjadi bencimu selamanya, setidaknya hatimu telah menyimpan namaku meski kelak aku tiada.
            Satu kata yang kudaptkan darimu adalah “syukur” karena kau telah membawaku pada sebuah pelarian yang andai kau tak pernah membuatku sehancur ini, aku tak akan pernah mencoba sebuah pelarian yang membuatku menemukan arti dari keberadaanku saat ini.
            Kau adalah anugrah terbaik yang Tuhan kirimkan padaku setelah keluargaku dan semenjak pertemuan kita. Ada sebuah asa, Mungkin nanti kita akan seperti dulu lagi. Merajut cerita yang pernah kita lalui bersama.
            Kau, Aku dan film kita J
           

Minggu, 19 Mei 2013

ARTI SEBUAH SAHABAT

Waw lama gak dibuka...kasian nih blog ...:D

Ada sesuautu yang penting..
Ini lebih penting dari yang penting..


            Sudah lebih dari dua dekade aku hidup, tapi entah seberapa lama sebenarnya aku benar-benar hidup. Saat dimana mentari menunjukkan dirinya di ufuk timur, apakah aku benar-benar, benar melihatnya? Semua nampak sama saja, samar dan tidak ada yang istimewa. Seperti seekor keledai yang melewati gurun tandus dan kehilangan pemiliknya hingga hilang arah lalu hampir mati.
            Seketika itu oase di tengah gurun hingga keledai itu mampu hidup lebih lama.
            Aku pernah punya sahabat, sahabat?? Entahlah, yang aku tahu semua orang menyebutnya demikian. Aku tak perduli apapun itu yang aku tahu bahwa mereka telah membuatku merasa “ada”. Tak tahu berapa lama yang lalu itu terjadi. Yang aku tahu bahwa perasaan “ada” itu sementara, ternyata aku memang “ada”. “ada” untuk setiap yang mereka “butuhkan” ketika tidak? Entahlah yang jelas aku tiba-tiba merasa hampa.
            Lalui bulan tanpa pernah berani melihat yang mereka sebut sebagai sahabat, aku tutup semua pintu untuk kata tersebut. Menjadikan semua orang menjadi teman itu terdengar dan terasa lebih indah. Tak perlu ada kekecewaan karena tak ada perasaan yang digantungkan seutuhnya. Ketika harus terbuang, tak terlalu sakit karena pada dasarnya memang berada dekat pembuangan.
            Jalan lurus nan “terang” bagiku sungguh nikmat, tiada berliku, kelok ataupun tanjak. Semua flat datar dan biasa. Hingga pada suatu ketika entah darimana, mereka menganggapku sebagai sahabat. Bagiku tak masalah, toh aku tak terlalu peduli dengan status tersebut. Namun seiring berjalan waktu, mereka mampu membuka semua pintu yang telah kututup tersebut. Ya aku mengakui bahwa mereka sahabatku, aku merasakan kemabali bahwa aku benar-benar “ada”.
            Saat dimana kedewasaan kian tumbuh saat itu perhatian dan kasih sayang mereka dan aku kian erat, aku tak perduli lagi dengan istilah sahabat. Yang jelas aku benar-benar menjadi “ada”. Bersama mereka aku merasakan adanya keluarga baru, mereka seperti tak begitu mempermasalahkan diamku, dan ketidak perdulianku. Mereka adalah orang-orang hebat yang mampu membuat keledai bodoh yang telah berlumur lumppur pekat ini lebih berarti, bersih dan berharga.
            Hingga pada suatu ketika entah mengapa kedekatan satu diantara mereka membuatku merasa sangat butuh. Aku berkali-kali mengadu pada Tuhanku untuk menghapus semua rasa itu, semua rasa butuh akan dirinya. Karena aku tak ingin yang lebih dari persahabatan. Rasa yang sering teman-temanku katakan sebagai cinta.
            Aku tak begitu tahu akan cinta namun berdasarkan pencarian kata-kata para pujangga yang aku khawatirkan itu hampir mendekati kebenaran. Ya ternyata cinta itu menurut “mereka” adalah perasaan butuh, perasaan menggebu yang membuat benci jadi rindu dan tak ada amarah untuknya meski sesakit apa yang kau terima. Bahkan ketika dia tertawa bahagia bersama yang lain di hadapan tangismu.
            Aku tak mau ini semua terjadi, tapi ternyata terlambat. Berkembang sebelum taman dipersiapkan.....
            Terjadilah, saat dimana aku tak mengerti mengapa aku berani. Mengapa aku bodoh dan mengapa aku gila. Saat dimana aku pelangi menjadi gelap, siang menjadi malam dan mawar menjadi duri. Akibat perasaan yang aneh dan tak masuk logika membuat semuanya hancur menjadi pecah belah.
            Aku patah arah, remuk dan tak tahu untuk apa aku hidup. Perasaan yang lebih dalam dari dua bintang yang pernah aku jatuhkan. Dunia seakan runtuh dan aku seperti orang bodoh dan zombie yang hidup tapi tak hidup.
            Saat dimana Tuhan mulai menjadi temanku, hanya dialah yang tersisa dari apa yang aku harapkan. Hanya padanya aku dapat bercerita semua, dan saat itulah aku mulai tersadara. Sekali lagi arti sahabat aku dapatkan.
            Dia yang seakan telah membuatku jatuh ternyata malah membangkitkan ku, ternyata dia mengajarkan aku kehidupan. Banyak sekali yang dia ajarkan hanya dengan rasa butuh tersebut. Mengenal Tuhan, mengingatkan tujuan awal dan membuatku mengenal lingkungan.
            Dia mungkin akan terus bersikap seperti minyak yang bercampur air, tak pernah bisa bersatu bahkan seperti saling bertolak. Namun dia tetaplah sahabat, sahabat yang jadi pelita, yang membuatku merasa ada, mengingatkanku kala lupa dan membawaku lebih dewasa dan kuat.
            Aku akan terus berdoa untukmu, meski aku tahu itu tak akan menghapus salahku karena telah punya rasa “butuh” terhadapmu. Ini memang salahku, seharusnya bisa menahan rasa itu meski harus menghancurkan hati. Tapi semua telah terjadi, dan aku terima semuanya.
            Aku tak akan marah atas semua, semua yang mungkin bagi sebagian orang itu sangatlah menyakitkan. Bahkan jika Tuhan memanggilku esok, aku akan bercerita tentangmu dan sahabat kita yang lain. Sahabat yang telah membuat aku merasa ada dan berharga. Sahabat sepertimu yang selalu ada.
             Jika saja engkau tahu, ini semua menyiksaku, tapi aku rela. Bahkan ketika sebuah drama gila kumainkan, aku rela. Agar aku dapat kembali ke saat dimana kita bisa tertawa lepas tanpa ada beban cinta.
            Kemarin, hari ini dan esok kamu, aku dan kita tetaplah sahabat. Satu untuk selamanya.

                                                                                                            GB