Ada sesuautu yang penting..
Ini lebih penting dari yang penting..
Sudah lebih dari dua dekade aku
hidup, tapi entah seberapa lama sebenarnya aku benar-benar hidup. Saat dimana mentari
menunjukkan dirinya di ufuk timur, apakah aku benar-benar, benar melihatnya? Semua
nampak sama saja, samar dan tidak ada yang istimewa. Seperti seekor keledai
yang melewati gurun tandus dan kehilangan pemiliknya hingga hilang arah lalu
hampir mati.
Seketika itu oase di tengah gurun
hingga keledai itu mampu hidup lebih lama.
Aku pernah punya sahabat, sahabat?? Entahlah,
yang aku tahu semua orang menyebutnya demikian. Aku tak perduli apapun itu yang
aku tahu bahwa mereka telah membuatku merasa “ada”. Tak tahu berapa lama yang
lalu itu terjadi. Yang aku tahu bahwa perasaan “ada” itu sementara, ternyata
aku memang “ada”. “ada” untuk setiap yang mereka “butuhkan” ketika tidak? Entahlah
yang jelas aku tiba-tiba merasa hampa.
Lalui bulan tanpa pernah berani
melihat yang mereka sebut sebagai sahabat, aku tutup semua pintu untuk kata
tersebut. Menjadikan semua orang menjadi teman itu terdengar dan terasa lebih
indah. Tak perlu ada kekecewaan karena tak ada perasaan yang digantungkan
seutuhnya. Ketika harus terbuang, tak terlalu sakit karena pada dasarnya memang
berada dekat pembuangan.
Jalan lurus nan “terang” bagiku
sungguh nikmat, tiada berliku, kelok ataupun tanjak. Semua flat datar dan
biasa. Hingga pada suatu ketika entah darimana, mereka menganggapku sebagai
sahabat. Bagiku tak masalah, toh aku tak terlalu peduli dengan status tersebut.
Namun seiring berjalan waktu, mereka mampu membuka semua pintu yang telah
kututup tersebut. Ya aku mengakui bahwa mereka sahabatku, aku merasakan
kemabali bahwa aku benar-benar “ada”.
Saat dimana kedewasaan kian tumbuh
saat itu perhatian dan kasih sayang mereka dan aku kian erat, aku tak perduli
lagi dengan istilah sahabat. Yang jelas aku benar-benar menjadi “ada”. Bersama mereka
aku merasakan adanya keluarga baru, mereka seperti tak begitu mempermasalahkan
diamku, dan ketidak perdulianku. Mereka adalah orang-orang hebat yang mampu
membuat keledai bodoh yang telah berlumur lumppur pekat ini lebih berarti,
bersih dan berharga.
Hingga pada suatu ketika entah
mengapa kedekatan satu diantara mereka membuatku merasa sangat butuh. Aku
berkali-kali mengadu pada Tuhanku untuk menghapus semua rasa itu, semua rasa butuh
akan dirinya. Karena aku tak ingin yang lebih dari persahabatan. Rasa yang
sering teman-temanku katakan sebagai cinta.
Aku tak begitu tahu akan cinta namun
berdasarkan pencarian kata-kata para pujangga yang aku khawatirkan itu hampir
mendekati kebenaran. Ya ternyata cinta itu menurut “mereka” adalah perasaan
butuh, perasaan menggebu yang membuat benci jadi rindu dan tak ada amarah
untuknya meski sesakit apa yang kau terima. Bahkan ketika dia tertawa bahagia
bersama yang lain di hadapan tangismu.
Aku tak mau ini semua terjadi, tapi
ternyata terlambat. Berkembang sebelum taman dipersiapkan.....
Terjadilah, saat dimana aku tak
mengerti mengapa aku berani. Mengapa aku bodoh dan mengapa aku gila. Saat dimana
aku pelangi menjadi gelap, siang menjadi malam dan mawar menjadi duri. Akibat perasaan
yang aneh dan tak masuk logika membuat semuanya hancur menjadi pecah belah.
Aku patah arah, remuk dan tak tahu
untuk apa aku hidup. Perasaan yang lebih dalam dari dua bintang yang pernah aku
jatuhkan. Dunia seakan runtuh dan aku seperti orang bodoh dan zombie yang hidup
tapi tak hidup.
Saat dimana Tuhan mulai menjadi
temanku, hanya dialah yang tersisa dari apa yang aku harapkan. Hanya padanya
aku dapat bercerita semua, dan saat itulah aku mulai tersadara. Sekali lagi
arti sahabat aku dapatkan.
Dia yang seakan telah membuatku
jatuh ternyata malah membangkitkan ku, ternyata dia mengajarkan aku kehidupan. Banyak
sekali yang dia ajarkan hanya dengan rasa butuh tersebut. Mengenal Tuhan,
mengingatkan tujuan awal dan membuatku mengenal lingkungan.
Dia mungkin akan terus bersikap
seperti minyak yang bercampur air, tak pernah bisa bersatu bahkan seperti
saling bertolak. Namun dia tetaplah sahabat, sahabat yang jadi pelita, yang
membuatku merasa ada, mengingatkanku kala lupa dan membawaku lebih dewasa dan
kuat.
Aku akan terus berdoa untukmu, meski
aku tahu itu tak akan menghapus salahku karena telah punya rasa “butuh”
terhadapmu. Ini memang salahku, seharusnya bisa menahan rasa itu meski harus
menghancurkan hati. Tapi semua telah terjadi, dan aku terima semuanya.
Aku tak akan marah atas semua, semua
yang mungkin bagi sebagian orang itu sangatlah menyakitkan. Bahkan jika Tuhan
memanggilku esok, aku akan bercerita tentangmu dan sahabat kita yang lain. Sahabat
yang telah membuat aku merasa ada dan berharga. Sahabat sepertimu yang selalu
ada.
Jika saja engkau tahu, ini semua menyiksaku,
tapi aku rela. Bahkan ketika sebuah drama gila kumainkan, aku rela. Agar aku
dapat kembali ke saat dimana kita bisa tertawa lepas tanpa ada beban cinta.
Kemarin, hari ini dan esok kamu, aku
dan kita tetaplah sahabat. Satu untuk selamanya.
GB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar