Minggu, 19 Mei 2013

ARTI SEBUAH SAHABAT

Waw lama gak dibuka...kasian nih blog ...:D

Ada sesuautu yang penting..
Ini lebih penting dari yang penting..


            Sudah lebih dari dua dekade aku hidup, tapi entah seberapa lama sebenarnya aku benar-benar hidup. Saat dimana mentari menunjukkan dirinya di ufuk timur, apakah aku benar-benar, benar melihatnya? Semua nampak sama saja, samar dan tidak ada yang istimewa. Seperti seekor keledai yang melewati gurun tandus dan kehilangan pemiliknya hingga hilang arah lalu hampir mati.
            Seketika itu oase di tengah gurun hingga keledai itu mampu hidup lebih lama.
            Aku pernah punya sahabat, sahabat?? Entahlah, yang aku tahu semua orang menyebutnya demikian. Aku tak perduli apapun itu yang aku tahu bahwa mereka telah membuatku merasa “ada”. Tak tahu berapa lama yang lalu itu terjadi. Yang aku tahu bahwa perasaan “ada” itu sementara, ternyata aku memang “ada”. “ada” untuk setiap yang mereka “butuhkan” ketika tidak? Entahlah yang jelas aku tiba-tiba merasa hampa.
            Lalui bulan tanpa pernah berani melihat yang mereka sebut sebagai sahabat, aku tutup semua pintu untuk kata tersebut. Menjadikan semua orang menjadi teman itu terdengar dan terasa lebih indah. Tak perlu ada kekecewaan karena tak ada perasaan yang digantungkan seutuhnya. Ketika harus terbuang, tak terlalu sakit karena pada dasarnya memang berada dekat pembuangan.
            Jalan lurus nan “terang” bagiku sungguh nikmat, tiada berliku, kelok ataupun tanjak. Semua flat datar dan biasa. Hingga pada suatu ketika entah darimana, mereka menganggapku sebagai sahabat. Bagiku tak masalah, toh aku tak terlalu peduli dengan status tersebut. Namun seiring berjalan waktu, mereka mampu membuka semua pintu yang telah kututup tersebut. Ya aku mengakui bahwa mereka sahabatku, aku merasakan kemabali bahwa aku benar-benar “ada”.
            Saat dimana kedewasaan kian tumbuh saat itu perhatian dan kasih sayang mereka dan aku kian erat, aku tak perduli lagi dengan istilah sahabat. Yang jelas aku benar-benar menjadi “ada”. Bersama mereka aku merasakan adanya keluarga baru, mereka seperti tak begitu mempermasalahkan diamku, dan ketidak perdulianku. Mereka adalah orang-orang hebat yang mampu membuat keledai bodoh yang telah berlumur lumppur pekat ini lebih berarti, bersih dan berharga.
            Hingga pada suatu ketika entah mengapa kedekatan satu diantara mereka membuatku merasa sangat butuh. Aku berkali-kali mengadu pada Tuhanku untuk menghapus semua rasa itu, semua rasa butuh akan dirinya. Karena aku tak ingin yang lebih dari persahabatan. Rasa yang sering teman-temanku katakan sebagai cinta.
            Aku tak begitu tahu akan cinta namun berdasarkan pencarian kata-kata para pujangga yang aku khawatirkan itu hampir mendekati kebenaran. Ya ternyata cinta itu menurut “mereka” adalah perasaan butuh, perasaan menggebu yang membuat benci jadi rindu dan tak ada amarah untuknya meski sesakit apa yang kau terima. Bahkan ketika dia tertawa bahagia bersama yang lain di hadapan tangismu.
            Aku tak mau ini semua terjadi, tapi ternyata terlambat. Berkembang sebelum taman dipersiapkan.....
            Terjadilah, saat dimana aku tak mengerti mengapa aku berani. Mengapa aku bodoh dan mengapa aku gila. Saat dimana aku pelangi menjadi gelap, siang menjadi malam dan mawar menjadi duri. Akibat perasaan yang aneh dan tak masuk logika membuat semuanya hancur menjadi pecah belah.
            Aku patah arah, remuk dan tak tahu untuk apa aku hidup. Perasaan yang lebih dalam dari dua bintang yang pernah aku jatuhkan. Dunia seakan runtuh dan aku seperti orang bodoh dan zombie yang hidup tapi tak hidup.
            Saat dimana Tuhan mulai menjadi temanku, hanya dialah yang tersisa dari apa yang aku harapkan. Hanya padanya aku dapat bercerita semua, dan saat itulah aku mulai tersadara. Sekali lagi arti sahabat aku dapatkan.
            Dia yang seakan telah membuatku jatuh ternyata malah membangkitkan ku, ternyata dia mengajarkan aku kehidupan. Banyak sekali yang dia ajarkan hanya dengan rasa butuh tersebut. Mengenal Tuhan, mengingatkan tujuan awal dan membuatku mengenal lingkungan.
            Dia mungkin akan terus bersikap seperti minyak yang bercampur air, tak pernah bisa bersatu bahkan seperti saling bertolak. Namun dia tetaplah sahabat, sahabat yang jadi pelita, yang membuatku merasa ada, mengingatkanku kala lupa dan membawaku lebih dewasa dan kuat.
            Aku akan terus berdoa untukmu, meski aku tahu itu tak akan menghapus salahku karena telah punya rasa “butuh” terhadapmu. Ini memang salahku, seharusnya bisa menahan rasa itu meski harus menghancurkan hati. Tapi semua telah terjadi, dan aku terima semuanya.
            Aku tak akan marah atas semua, semua yang mungkin bagi sebagian orang itu sangatlah menyakitkan. Bahkan jika Tuhan memanggilku esok, aku akan bercerita tentangmu dan sahabat kita yang lain. Sahabat yang telah membuat aku merasa ada dan berharga. Sahabat sepertimu yang selalu ada.
             Jika saja engkau tahu, ini semua menyiksaku, tapi aku rela. Bahkan ketika sebuah drama gila kumainkan, aku rela. Agar aku dapat kembali ke saat dimana kita bisa tertawa lepas tanpa ada beban cinta.
            Kemarin, hari ini dan esok kamu, aku dan kita tetaplah sahabat. Satu untuk selamanya.

                                                                                                            GB




Tidak ada komentar:

Posting Komentar